Gamelan Angklung

Angklung (dikenal sebagai Angklung Kelentungan) adalah suatu jenis alat musik tradisional yang terbuat dari empat kepingan logam, menghasilkan empat nada. Jenis gamelan seperti ini menghasilkan nada sedih, melankolis, dan lulling dinamis. Angklung merupakan bentuk gamelan tertua di Bali, berasal dari abad ke-10. Umumnya, Angklung dimainkan untuk mengiringi suatu upacara kremasi... dikutip dalam coretan kecil Agus Satriya Wibawa dalam artikel blog seni dan Budaya Kabupaten Karangasem Bali.

Untuk jenis musiknya, seperti yang dikutip dalam Babad Bali, Angklung memiliki jenis musik yang berlaras slendro, tergolong barungan madya yang dibentuk oleh instrumen berbilah dan pencon dari krawang, kadang-kadang ditambah angklung bambu kocok (yang berukuran kecil). Dibentuk oleh alat-alat gamelan yang relatif kecil dan ringan (sehingga mudah dimainkan sambil berprosesi).

Di Bali Selatan gamelan ini hanya mempergunakan 4 nada sedangkan di Bali Utara mempergunakan 5 nada.

Berdasarkan konteks penggunaaan gamelan ini, serta materi tabuh yang dibawakan angklung dapat dibedakan menjadi :
  1. Angklung klasik/ tradisional, dimainkan untuk mengiringi upacara (tanpa tari-tarian)
  2. Angklung kebyar, dimainkan untuk mengiringi pagelaran tari maupun drama. 
Instrumentasi Gamelan angklung terdiri dari :
  1. Sepasang jegogan, jublag dan selebihnya pamade dan kantilan(6-8 pasang).
  2. Untuk Angklung Kebyar mempergunakan 12 pencon.
  3. 2 buah kendang kecil untuk angklung klasik dan kendang besar angklung kebyar.
  4. 1 buah kempur kecuali angklung kebyar mempergunakan gong.
  5. 1 buah tawa - tawa.
Di kalangan masyarakat luas gamelan ini dikenal sebagai pengiring upacara-upacara Pitra Yadnya (ngaben).

***
Angklung Musik Tradisional Bali