Gebug Ende

Gebug Ende | warisan budaya leluhur yang diyakini dapat menurunkan hujan. 

Sebagai unsur unsur seni, seperti seni tari yang dipadukan dengan ketangkasan para penarinya memainkan tongkat dan tameng, dimana saat atraksi ini dilakukan;
Diiringi dengan iringan musik gamelan, yang memacu semangat para penari untuk saling memukul, menhindar dan menangkis. Desa Seraya terletak sekitar 15 km dari objek wisata Candidasa, atau sekitar 2,5 jam perjalanan dengan kendaraan dari bandara Ngurah Rai.
Saat Gebug Ende berlangsung bukan hanya untuk memperlihatkan ketangkasan saja, tapi ada nilai-nilai sakralnya yang dikeramatkan penduduk setempat, tarian Gebug merupakan kesenian klasik yang digelar setiap musim kemarau dengan tujuan untuk mengundang turunnya hujan, ritual ini yang diyakini dapat menurunkan hujan, dimainkan oleh dua orang lelaki baik dewasa maupun anak-anak yang sama-sama membawa ende dan penyalin. 

Sebelum Gebug Ende berlangsung terlebih dahulu diadakan ritual dengan banten atau sesaji, agar permohoanan terkabul. Setelah siap dua pemain yang dilakukan oleh anak-anak maupun lelaki dewasa, dengan pakaian adat Bali tanpa memakai baju, akan saling serang yang dipimpin oleh wasit (saye), antara dua penari di tengah-tengah di batasi oleh tongkat rotan. Sebelumnya wasit memberi petunjuk dan ketentuan daerah mana saja yang bisa diserang.
Menurut kepercayaan setempat, hujan akan turun apabila pertandingan mampu memercikan darah. Semakin banyak maka akan semakin cepat hujan akan turun. 
Tidak ada waktu tertentu dalam permainan tersebut. Yang jelas permainan akan berakhir bila salah satu permainan telah terdesak. Tidak ada kata dendam setelah itu. 

Tradis ini memang sudah cukup terkenal, kalau anda mau wisata di Bali dan ingin menyaksikannya anda coba berkunjung ke daerah karangasem, belahan Timur pulau Bali.
***
Gebug Ende Seraya Tengah 2