Topeng Sidakarya

Pertunjukan topeng ini dimulai pada tahun saka 1615 (atau 1693 Masehi) sebagai pelengkap upacara yadnya umat Hindu di Bali sebagaimana yang dijelaskan dalam Babad Bali dan Lontar "Bebali Sidakarya" sebagai sumber referensi.

Dalam Babad Bali, Topeng Sidakarya ini disebut Topeng Wali yaitu seni dramatari topeng hingga kini masih ada hampir di seluruh Bali.

***
Dalam Lontar "Bebali Sidakarya" seperti yang dikutip dalam artikel Hindu-Indonesia.com, Topeng Sidakarya, Ida Dalem Sidakarya adalah seorang Brahmana wulaka keturunan sakya dari Keling atau disebut dengan Brahmana Keling. Brahmana Keling ini merupakan putra dari Dang Hyang Kayu Manis yang merupakan nabe dari Ida Dalem Waturenggong yang menjadi raja di Bali yang berkedudukan di Gelgel, Klungkung.

Sebelum pergi ke Bali, Brahmana Keling pernah memimpin upacara selamatan dengan sukses di Madura. Sekembalinya ke Jawa, ketika beliau sedang asyik menikmati panorama Selat Bali, datanglah ayah beliau (Dang Hyang Kayu Manis) yang baru datang dari Gelgel, Bali, dimana Keraton Gelgel Klungkung diperintah oleh Dalem Waturenggong. Mendengarkan hal itu, maka Brahmana Keling segera pergi ke Bali.

Tak diceritakan perjalanan dari Jawa ke Bali, sampailah beliau di Keraton Gelgel, Klungkung. Namun Keraton Gelgel sangat sepi karena Dalem Waturenggong saat itu berada di Pura Besakih. Brahmana Keling langsung menuju Pura Besakih ingin bertemu dengan saudaranya, Dalem Waturenggong. Namun sayang sekali Brahmana ini tidak diakui sebagai saudara karena melihat pakaiannya yang compang-camping -- dikira orang gila, bahkan diusir dengan paksa.

Sebelum meninggalkan Pura Besakih karena diusir, Brahmana Keling sempat mengutuk supaya upacara yang diselenggarakan tidak berhasil dan tertimpa bencana. Akhirnya Pulau Bali diserang wabah dan hama. Berkenaan dengan bencana ini, Dang Hyang Nirartha menghaturkan upakara untuk memohon keselamatan, tapi permohonan ini tidak berhasil.

Dengan kegagalan ini maka Dang Hyang Nirartha, setelah mengadakan pertemuan, baru teringat dengan Brahmana yang mengaku saudara itu, dan dusuruhlah Dalem Waturenggong untuk memanggilnya kembali. Kemudian Dalem Waturenggong mengutus rakyatnya mencari Brahmana Keling sampai ketemu, dan akhirnya Brahmana Keling dijumpai di Bandanda Negara yang sekarang disebut Desa Sidakarya dimana Pura Mutering Jagat Sidakarya berada.

Setibanya Brahmana Keling di Pura Besakih, Dalem Waturenggong memohon belas kasihannya agar Pulau Bali dikembalikan seperti semula, tidak ada bencana dan hama. Begitu pula karya atau upacara agama dapat berlangsung dengan baik, dengan janji akan menerima Brahmana Keling sebagai saudara.

Brahmana Keling lantas minta kesaksian yang membenarkan segala yang diucapkan misalnya ayam hitam dikatakan putih maka ayam hitam menjadi benar-benar putih, pohon kelapa yang tadinya tidak berbuah dikatakan berbuah maka benar-benar berbuah. Hama dan wabah pun seketika lenyap sehingga upacara atau karya yang dilaksanakan itu dapat dilanjutkan dan berjalan dengan sidakarya atau sukses.

Setelah semua keadaan dapat dikembalikan sesuai dengan yang diharapkan, maka Dalem Waturenggong mengakui Brahmana Keling sebagai saudaranya yang diberi gelar Brahmana Sidakarya atau Dalem Sidakarya. Ini terjadi pada tahun saka 1615. Mulai saat itu Dalem Waturenggong memerintahkan seluruh rakyat Bali, untuk suksesnya karya atau upacara yang akan dilaksanakan, agar memohon jatu karya ke Pura Dalem Sidakarya tempat Brahmana Sidakarya). Di samping itu, pada setiap upacara keagamaan supaya diadakan pertunjukan Topeng Sidakarya menghaturkan wali Sidakarya sebagai pelengkap upacara penting umat Hindu di Bali.

***

Demikian pentingnya pertunjukan Topeng Sidakarya keterkaitannya dengan upacara keagamaan dalam segala yadnya di Bali
Topeng Sidakarya