Tradisi Adat Makotek / Ngrebeg adalah warisan budaya sejak jaman kejayaan kerajaan mengwi yg mempunyai wilayah sampai di Jawa Timur, ngrebeg dilaksanakan tiap 6 bulan sekali setiap saniscara wuku kuningan atau setiap sabtu bertepatan di Hari Raya Kuningan di desa Munggu Kecamatan Mengwi Badung Bali.
Tradisi Makotek atau Ngrebeg
Keterangan tersebut berasal dari Video Youtube Tradisi Ngrebeg Munggu yang dapat anda tonton dalam halaman ini.
Dikutip dari Wisata Bali tentang Makotek, Merupakan perayaan untuk memperingati kemenangan Kerajaan Mengwi ketika perang melawan Kerajaan Blambangan dari Banyuwangi, Jawa Timur.
Tradisi Makotek sendiri akhirnya sampai sekarang sering diperingati, dengan maksud memohon belas kasihan Tuhan supaya menghindarkan dari wabah penyakit atau segala bahaya yang mengancam kampung Munggu sendiri.
Biasanya sebelum tradisi Makotek dimulai maka para peserta akan lebih dulu melakukan persembahyangan bersama di sebuah pura desa. Kemudian dipercikkan air.
Para peserta Makotek yang ikutpun ada syaratnya yakni tidak diperkenankan jika keluarganya ada yang sedang meninggal atau istrinya melahirkan. Tradisi ini yang dikutip dari Antara News dalam Taksu Tradisi Makotek, disebut makotek lantaran berawal dari suara kayu-kayu yang saling bertabrakan ketika kayu-kayu tersebut disatukan menjadi bentuk gunung yang menyudut keatas. "Makotek karena timbul dari suara kayu-kayu yang digabung jadi satu, bunyinya tek.. tek.. tek.. Sebenarnya dulu tradisi ini bernama grebek yang artinya saling dorong," jelasnya. Dalam tradisinya, perang makotek ini dilakukan oleh sekitar ratusan kaum laki-laki yang berasal dari Desa Munggu. Mereka rata-rata berumur 13 hingga 60 tahun.
Peserta yang ikut tidak boleh ada yang keluarganya sedang meninggal, dan istrinya melahirkan," ujarnya. Dalam permainannya, ratusan kayu-kayu tersebut masing-masing dipegang oleh para laki-laki dengan cara menggabungkan kayu sepanjang 3,5 meter dari pohon pulet hingga membentuk kerucut. Kemudian salah satu dari pemuda yang merasa tertantang pun harus menaiki kayu tersebut hingga berada di ujung dengan posisi berdiri. Di sisi lain dengan cara yang sama, ratusan orang dengan kayu-kayu tersebut juga disatukan hingga berbentuk kerucut, dan dinaiki oleh salah seorang pemuda. Kedua kelompok dengan masing-masing kayu tersebut kemudian dipertemukan untuk berperang layaknya panglima perang. Meski cukup berbahaya karena banyak pula yang terjatuh dari ujung kayu, namun tradisi ini tetap dianggap menyenangkan dengan banyaknya orang yang berkali-kali mencoba untuk naik. Tradisi yang selalu dilakukan pada sore hari tersebut sempat menutup jalan selama beberapa jam ketika tradisi berjalan. |